Kamis, 02 Februari 2017

Organisasi dan Administrasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar

Organisasi dan Administrasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
Diajukan untuk tugas mata kuliah Bimbingan Konseling
dari Dosen Pengampu Nurjaman, M.Pd.I


Disusun oleh :
Kelompok 13 Kelas SD.14-A5
Jayanthi Putri Kharismah                130641310
Yayan Handayani                           140641171


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
CIREBON

2017

Kata Pengantar
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga upaya penulisan makalah sederhana ini dapat penulis rampungkan.
Makalah organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar  ini dibuat untuk memenuhi tugas dari bapak Nurjaman, M.Pd.I dengan tujuan agar kita lebih mengetahui apa saja yang terdapat di dalam organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar. Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan kita menjadi lebih luas lagi.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini.
Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

Penulis



Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................... .... i
Daftar Isi.............................................................................................................. .... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................... .... 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... .... 1
C.     Tujuan Pembahasan................................................................................... .... 2
BAB 2 PEMBAHASAN
A.    Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
1.      Perlunya Organisasi Bimbingan dan Konseling................................ 3
2.      Dasar-dasar dan Prinsip-prinsip Organisasi Bimbingan dan Konseling                            7
3.      Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar......... 12
4.      Peranan Personal Sekolah Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling                            15
B.     Administrasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
1.      Pengertian Administrasi Bimbingan dan Konseling....................... 17
2.      Pola Kerja Administrasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar....                         17
3.      Sarana Administrasi Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar                    18
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................ 20....
Daftar Pustaka................................................................................................ 21....




 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam setiap lembaga pendidikan, yang umumnya kita sebut sebagai sekolah, keberadaan bimbingan dan konseling sebagai organisasi tersendiri yang memiliki tugas memberikan bantuan kepada siswa tentu sangat diperlukan. Setiap guru perlu menyelanggarakan pelayanan bimbingan dan konseling dalam rangka membantu murid mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Pelayanan bimbingan dan konseling itu akan berjalan dengan baik apabila pelaksanaannya didasari program yang terencana dan terarah.
Program bimbingan dan konseling yang telah tersusun secara baik akan dapat dilaksanakan secara efektif apabila didukung oleh organisasi yang baik dan tertib. Kalau organisasi bimbingan dan konseling terlaksana dengan baik, maka kegiatan-kegiatannya dapat terkordinasi dengan baik, saran-saran layanan secara bijaksana.
Selanjutnya organisasi bimbingan dan konseling yang baik dan tertib perlu ditopang oleh administrasi yang teratur dan mantap. Karena dengan adanya administrasi yang teratur dan mantap itu akan memungkinkan terlaksananya mekanisme dan prosedur kerja yang lancar diantara berbagai petugas bimbingan dan konseling di sekolah.

B.     Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakanag yang telah dipaparkan diatas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Menjelaskan organisasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar ?
2.      Menjelaskan administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar ?




C.    Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Menjabarkan organisasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar
2.      Menjabarkan administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
1.      Perlunya Organisasi Bimbingan dan Konseling
Organisasi berasal dari kata organon dalan bahasa Yunani yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, dan pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang prinsip. Sebagai bahan perbandingan, berikut ini akan disampaikan beberapa pendapat mereka, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yayat Hayati Djatmoko (2002). Sebagai berikut.
1.      Chester I. Barnard dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan, “I define organization as a system of cooperative of two more persons” (Organisasi adalah sistem kerja sama antara dua orang atau lebih).
2.      James D. Mooney mengatakan, “Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama).
3.      Menurut Dimock, “Organization is the systematic bringing together of independent part to form a unified whole throught which authority, coordination, and control may be exercised to achive a given purpose” (Organisasi adalah perpaduan secara sistematis bagian-bagian yang saling bergantung/ berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi, dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari beberapa pengertian organisasi diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu:
1.      Orang-orang (sekumpulan orang),
2.      Kerja sama,
3.      Tujuan yang ingin dicapai.
Dengan demikian, organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerja sama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.
Kaitan dengan tujuan organisasi yang hendak dicapai, khususnya dalam organisasi pendidikan sebagai institusi penyelenggara pendidikan, yaitu mengharapkan suatu outcome pendidikan yang memuaskan, yaitu meliputi hal berikut.
1.         Pemerataan pendidikan, yang berkenaan dengan beberpa banyak anak-anak yang berada pada usia sekolah mendapatkan layanan pendidikan.
2.         Kualitas pendidikan, berkenaan dengan bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga dapat mempertahankan eksistensinya.
3.         Relevansi pendidikan, berkenaan dengan hubungan antara sistem pendidikan dan pembangunan nasional serta kepentingan perseorangan keluarga dan masyarakat. Hal ini memerlukan keterpaduan dalam perencanaan pendidikan.
4.         Efisiensi pendidikan, berkenaan dengan sumber-sumber potensial pendidikan, baik yang bersifat manusiawi maupun non manusiawi yang sangat terbatas dapat dioptimalkan penggunaannya.
5.         Efektivitas pendidikan, berkenaan dengan keampuhan pelaksanaan sistem pendidikan nasional, kemampuan sistem bersentuhan dengan kurikulum secara konseptual dan kurikulum secara praktikal.
Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, (2001), organisasi penyelenggara pendidikan sudah tentu melibatkan masyarakat, pemerrintah dan orang tua dalam memperoleh outcome atau produktivitas pendidikan sebagaimana tersebut diatas. Hal ini terjadi apabila outcome tersebut diperoleh dengan memuaskan sehingga semua pihak yang terlibat dalam penyelengaraan akan merasa puas. Khusus bagi ketenagaan pendidikan dan non ketenagaan pendidikan (birokrasi pendidikan), hal tersebut merupakan suatu kepuasan kerja yang positif. Sebaliknya, apabila outcome tersebut kurang memuaskan akan timbul tidakpuasan kerja.
Kepuasan dan ketidakpuasan kerja dalam penyelenggaraan pendidikan akan menimbulkan perilaku individu dan organisasi, yang merupakan interaksi dari karakteristik individu dan karakteristik organisasi pendidikan. Dengan perkataan lain, kepuasan harus menjadi tujuan utama organisasi diikuti produktivitas atau outcome pendidikan.
Karena itu, melihat fungsi organisasi sebagai media menyatukan persepsi dan tujuan bersama yang hendak dicapai, sebagaimana biasanya ditentukan dan visi dn misi organisasi, kehadiran organisasi profesi, khususnya di bidang bimbingan dan konseling dilingkungan lembaga pendidikan, menjadi sangat penting. Hal ini karena sebagaimana telah diakui kegiatan program bimbingan ialah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu, misalnya satu tahun ajaran. Kegiatan bimbingan ini terfokuskan pada pelayanan yang diberikan kepada para siswa( layanan-layanan bimbingan) dan rekan tenaga pendidik serta orang tua siswa, dan evaluasi program bimbingan. Dengan demikian, kehadiran suatu organisasi profesi bimbingan dan konseling tampaknya menjadi suatu tuntutan alami untuk menjawab kebutuhan pelaksanaan program pelayanan, khususnya kepada siswa.
            Kebutuhan terhadap organisasi bimbingan dan konseling terlihat dari adanya kepentingan ditingkat sekolah hingga tingkat yang lebih luas lagi. Sekalipun disekolah ada pimpinan seperti kepala sekolah, beberapa tugasnya harus didelegasikan kepada bawahannya. Sebab, tanggung jawab kepala sekolah tentu sangat besar jika sebagian kewajibannya tidak didelegasikan kepada bawahannya yang menguasai bidang-bidang tertentu, seperti bimbingan dan konseling.
            Dengan adanya pendelegasian tugas ini, dalam wujud praktik berorganisasi bidang bimbingan dan konseling, proses pembelajaran yang berlangsung disekolah, selain ringan karena ditangani bersama, juga setiap individu dari tenaga pendidik memiliki hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan kapasitasnya.
            Dalam wadah organisasi, tenaga pembimbing bekerja berdasarkan suatu program bimbingan yang direncanakan dan dikelola dengan baik. Hal ini akan berdampak positif bagi pemenuhan kewajiban kerja. Manfaat organisasi bimbingan dan konseling, khususnya disekolah dapat dikemukakan, antara lain sebagai berikut.
1.      Ruang lingkup pelayanan bimbingan jauh lebih luas dan semua siswa harus mendapatkan pelayanan bimbingan, terutama melalui bimbingan kelompok.
2.      Pelayanan bimbingan menjadi usaha yang dilakukan bersama oleh staf bimbingansebagai tim kerja.
3.      Sarana personal dan materiil dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga dari segi finansial lebih dapat dipertanggung jawabkan dan efisien.
4.      Sifat bimbingan yang lebih ditonjolkan ialah sifat preventif dan perseveratif.
5.      Pelayanan bimbingan dalam semua komponen program bimbingan mendarah daging dalam kehidupan sekolah.
6.      Kedudukan, wewenang, dan tugas konselor sekolah diakui oleh staf pendidik disekolah dan dinilai lebih positif karena disamping program pengajaran, terdapat program bimbingan yang sama-sama dikelola secara profesional.
7.      Dibuktikan bahwa pelayanan bimbingan tidak hanya meliputi wawancara konseling, tetapi mencakup sebagai kegiatan lainnya untuk semua satuan kelas.
8.      Lebih mudah menentukan urutan prioritas,  yaitu layanan bimbingan yang diutamakan di institusi pendidikan tertentu pada jenjang pendidikan tertentu.
9.      Tenaga bimbingan oleh para siswa tidak dipandang sebagai satpam sekolah, tugas pembina disiplin, guru cadangan, ahli menangani kasus kenakalan, serta kasus keabnormalan, dan sebagainya.
10.  Diperjelas bahwa pelayanan bimbingan mengandung unsur proses, yang membawa hasil secara gradual sebagai akibat dan usaha tenaga bimbingan dan siswa bersama-sama, sama seperti pengajaran yang juga mengenal unsur proses.
11.  Lebih didasari oleh pihak yang mengangkat tenaga bimbingan bahwa untuk melakukan rangkaian kegiatan bimbingan dibutuhkan orang yang telah mendapat pendidikan prajaban yang memadai. Misalnya, seorang tamatan fakultas psikologi akan menemui kesulitan dalam memberikan bimbingan karir secara kelompok kalau dia tidak menguasai cara menyusun silabus san membuat satuan pelayananbimbingan serta kurang mengenal seluk-beluk jalannya suatu lembaga pendidikan.
12.  Evaluasi program lebih dimungkinkan karena ada rumpun sasaran tertentu yang harus dicapai dan direncanakan sejumlah kegiatan tertentu untuk mencapai seluruh sasaran itu.
Jadi, ada baiknya jika setiap sekolah, terutama pada tingkat menengah pertama, didirikan organisasi bimbingan dan konseling, terutama untuk mengantisipasi bertumpuknya beban pelayanan bimbingan pada satu orang, baik seorang kepala sekolah sebagai top leader maupun seorang konselor karena dipandang memiliki kemampuan formal dibidang bimbingan dan konseling.

2.      Dasar-dasar dan Prinsip-prinsip Organisasi Bimbingan dan Konseling
Sekolah adalah organisasi formal, yang didalamnya terdapat usaha-usaha administrasi dalam usaha mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran nasional. Adapun bimbingan dan konseling adalah suborganisasi dari organisasi sekolah.
Karena organisasi bimbingan dan konseling sebagai suatu badan, banyak ahli yang menawarkan mode atau pola organisasi yang cocok yang diterapkan disekolah. Pola organisasi yang dipilih harus didasarkan atas kesepakatan bersama diantara pihak-pihak yang terkait disekolah, yang dilanjutkan dengan usaha-usaha perencanaan untuk mencapai tujuan, pembagian tugas, pengendalian proses, dan penggunaan sumber-sumber bimbingan. Usaha-usaha tersebut disebut sebagai administrasi bimbingan dan konseling.
Jadi, dasar bagi organisasi bimbingan dan konseling disekolah adalah adanya kesepakatan bersama, baik guru-guru yang merangkap konselor, guru mata pelajaran, wali kelas maupun kepala sekolah. Atas dasar kesepakatan itu, pengelolaan dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling dapat melibatkan semua pihak yang ada disekolah sebagai sumber organisasi. Dan tentu saja, yang paling utama adalah para pengurus organisasi yang harus paling aktif.
Adapun prinsip-prinsip organisasi, secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Organisasi harus Mempunyai Tujuan yang Jelas
            Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, sehingga tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya, organisasi pelayanan bimbingan dan konseling sebagai suatu organisasi, mempunyai tujuan, antara lain, memberikan pelayanan bimbingan, khususnya kepada siswa-siswi peserta didik, terutama yang dipandang bermasalah dengan prestsi belajarnya.
2.      Prinsip Skala Hierarki
Dalam suatu organisasi, harus ada garis wewenang yang  jelas dari pimpinan, membantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.

3.      Prinsip Kesatuan Perintah
Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.
4.      Prinsip Pendelegasian Wewenang
Seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaanya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan. Dalam pendelegasian, wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam mengambil keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya.
5.      Prinsip Pertanggung jawaban
Dalam menjalankan tugasnya, setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.
6.      Prinsip Pembagian Pekerjaan
Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai akrtivitas atau kegiatan. Agar kegiatan dapat berjalan optimal, dilakukan pembagian tugas/ pekerjaan yang didasarkan pada kemampuan dan kehlian dari tiap-tiap pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.
7.      Prinsip Rentang Pengendalian
Artinya dalam jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi. Semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.


8.      Prinsip Fungsional
Secara fungsional, tugas dan wewenang, kegiatan, hubungan kerja, serta tanggung jawab seorang pegawai harus jelas.
9.      Prinsip Pemisahan
Tanggung jawab tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain.
10.  Prinsip Keseimbangan
Keseimbangan disini adalah keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan organisasi tersebut. Tujuan organisasi akan diwujudkan melalui aktivitas/ kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks), misalnya ‘koperasi disuatu desa terpencil’, struktur organisasi akan berbeda dengan organisasi koperasi yang ada dikota besar, seperti di Jakarta, Bandung atau Surabaya.
11.  Prinsip Fleksibilitas
Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika organisasi sendiri(internal factor), dan karena danya pengaruh diluar organisasi (external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuan.
12.  Prinsip Kepemimpinan
Dalam organisasi, apapun bentuknya, diperlukan pemimpin, atau dengan kata lain, organisasi mampu menjalankan aktivitas karena adanya proses kepemimpinan yang digerakkan oleh pemimpin organisasi tersebut.
Menurut A. Dale Timpe (ed) dalam bukunya, “seri manajemen sumber daya manusia kepemimpinan (2000)”,  dalam sebuah organisasi, peran penting dari pengelolaan organisasi adalah menyediakan kepemimpinan. Disamping itu, organisasi harus menetapkan tujuan dan sasaran organisasi serta mengalokasikan sumber-sumber daya yang ada. Berkaitan dengan kepemimpinan ini, sekurang-kurangnya ada delapan sifat yang menjadi pertimbangan dalam sebuah organisasi yang akan memengaruhi lahirnya sebuah kebijakan, yaitu sebagai berikut.
1.      Kemampuan untuk memusatkan. Pemimpin harus dapat menangkap perhatian setiap insan dalam organisasi dan dapat memancarkan pemikiran tunggal yang sangat tinggi dan memiliki dedikasi terhadap suatu pendangan.
2.      Pendekatan pada nilai yang sederhana. Pemimpin menganut seperangkat nilai dasar yang sederhana. Nilai itu dapat menjadi kerangka untuk membantu manajer (pembantu utamanya) mengambil keputusan. Nilai dasar yang diberikan pada setiap orang dalam organisasi merupakan sarana untuk memahami peristiwa.
3.      Selalu bergaul dengan orang. Pergaulan dengan pegawai diluar organisasi sama pentingnya dengan pergaulan didala organisasi. Pemimpin yang efektif biasanya mempunyai jaringan kontak eksternal.
4.      Menghindari profesionalisme tiruan. Mengingat cepatnya perubahan sekarang ini, organisasi harus mengadakan perencanaan matang yang memaksa mereka untuk mempelajari tujuan jangka menengah dan jangka panjang, serta langkah-langkah untuk mencapainya. Pemimpin sejati mengetahui kearah mana organisasi harus bergerak dan menghindari gerakan tidak produktif.
5.      Mengelola perubahan. Sifat ini melengkapi sifat berpandang luas. Selain memiliki bayangan dari masa depan organisasi, pemimpin harus terampil dalam mengadakan perubahan. Pemimpin yang pandai harus dapat “membuatnya terjadi”.
6.      Memilih orang. Setiap pemimpin yang efektif mahir mengidenfitikasi dan mempertahankan bawahan yang berbaka, mempromosikan mereka dari dalam organisai.
7.      Hindari” mengerjakn semuanya sendiri”. Pemimpin yang berhasil, menyadari bahwa mereka tidak mengetahui semuanya; sebagai manusia biasa, mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan terbatas. Pemimpin organisasi yang berhasil cenderung mengarahkan perhatian mereka pada sejumlah indikator performa yang relatif terbatas.
8.      Menghadapi kegagalan. Salah satu sifat dari pemimpin yang berhasil adalah kemampuan untuk menangani kegagalan. Bukan tidak mungkin, jika seorang pemimpun organisasi terpandang yang telah memperoleh serangkaian keberhasilan, mengalami beberapa kegagalan yang berakibat kemunduran perusahaan atau organisasinya. Akan tetapi, pemimpin yang sejai tidak akan ragu-ragu untuk menghadapi kemunduran ini dan akan mengakui tanggung jawabnya. Satu bidang yang memisahkan pemimpin organisasi dengan pemimpin sejati adalah naluri untuk tahu kapan harus menghentikan kegiatan penunjang maupun kegiatan utamanya.
Dengan demikian, secara teoritis, prinsip-prinsip dalam organisasi pelayanan bimbingan dan konseling itu mengacu pada uraian-uraian diatas.

3.      Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
Bentuk atau pola organisasi bimbingan dan konseling dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah dan besar kecilnya isi program. Ada beberapa kemungkinan pola organisasi bimbingan dan konseling yang dapat diikuti. Untuk penerapan di sekolah dasar dapat dipilih tiga pola organisasi, yaitu:
a.       Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan guru kelas sebagai tenaga pembimbing.
b.      Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan seorang konselor untuk beberapa sekolah terdekat.
c.       Pola organisasi bimbingan dan konseling yang memakai seorang konselor untuk setiap sekolah.
Berikut akan diuraikan masing-masing pola tersebut:
a.       Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan guru kelas sebagai tenaga pembimbing.
Dalam pola organisasi ini guru kelas berperan langsung menjadi pembimbing bagi murid-murid di kelasnya. Dengan menerapkan pola ini setiap guru kelas berkewajiban menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap murid-muridnya.
Dalam pola organisasi di atas, kepala sekolah sebagai koordinator bimbingan bertanggung jawab secara langsung terhadap program bimbingan dan konseling di sekolahnya. Tugas-tugas yang menyangkut pelayanan bimbingan dan konseling diselenggarakan oleh masing-masing guru kelas. Dalam menangani masalah-masalah yang memerlukan penanganan secara teroadu, masing-masing guru dapat bekerjasama dengan teman sejawatnya di sekolah. Begitu pula masing-masing guru dapat bekerjasama dengan orangtua murid (yang tergabung dalam BP3) untuk mengatasi masalah-masalah murid yang penangananya memerlukan keterlibatan orang tua.
Selanjutnya pola ini dikembangkan dengan menjadikan konselor-konselor di SMPT dan SMTA terdekat sebagai tenaga yang dimanfaatkan untuk mengkonsultasikan berbagai masalah murid yang memerlukan penanganan yang lebih khusus.

b.      Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan seorang konselor untuk beberapa sekolah terdekat.
Pola ini dapat diterapkan dila kondisi sekolah telah memungkinkan penempatan tenaga khusus (konselor) untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini seorang konselor bertugas untuk melaksanakan kegiatan bimbingan pada beberapa sekolah terdekat, atau secara khusus bertugas pada setiap sekolah sekaligus, struktur organisasi bimbingan dan konseling menggunakan pola ini. Penyelenggaraanya dikoordinasikan oleh suatu badan (koordinator bimbingan) dengan memakai tenaga konselor yang bertugas sebagai konsultan untuk. Masalah-masalah yang memerlukan penanganan khusus dikonsultasikan kepada konselor.

c.       Pola organisasi bimbingan dan konseling yang memakai seorang konselor untuk setiap sekolah.
Sementara itu Fajar Santoadi (2010) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Bimbingan dan Konseling Komprehensif”, mengemukakan 4 (empat) pola dasar organisasi BK di sekolah, yaitu :
1)      Pola Generalis. Tanggung jawab pelayanan BK menyebar di semua pendidik  dan tenaga kependidikan di sekolah (wali kelas, guru mata pelajaran, staf) dan seorang guru BK profesional yang bertindak sebagai Koordinator BK.
2)      Pola Spesialis. Pelayanan BK ditangani oleh tenaga ahli, sehingga dalam struktur organisasi BK terdapat unit-unit pelayanan khusus, misalnya Unit Testing, Unit Konseling,  Unit Bimbingan Karier, dsb.
3)      Pola Kurikuler. Pelayanan BK menggunakan pendekatan “seperti layaknya mata pelajaran” dengan pelaksana utamanya Konselor, dan tidak diperlukan koordinator BK.
4)      Pola–Pola Relasi Manusia. Bimbingan dan Konseling bekerja dengan menciptakan relasi antarmanusia dalam bentuk kelompok-kelompok perkembangan. Konselor dan Guru Mata Pelajaran bertindak sebagai promotor dan pendamping kelompok-kelompok bimbingan.

4.      Peranan Personal Sekolah Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar dapat terselenggara dengan baik apabila setiap personil sekolah mengetahui dan memahami dengan jelas tugas dan perananya masing-masing. Perincian tugas dan peranan setiap personil itu atara lain adalah sebagai berikut:
a.       Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah penanggung jawab utama program bimbingan dan konseling di sekolahnya. Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai berikut:
1)      Menyusun program sekolah secara keseluruhan, termasuk program bimbingan dan konseling, dengan melibatkan semua staf yang ada di sekolahnya.
2)      Mendelegasikan tugas pelayanan bimbingan dan konseling kepada masing-masing guru kelas atau kepada konselor (bila kondisi sekolah telah memungkinkan).
3)      Melengkapi berbagai fasilitas, biaya dan sarana untuk keperluan bimbingan sesuai dengan kebutuhan sekolahnya.
4)      Melakukan pengawasan terhadap kelancaran pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolahnya.
b.      Guru Kelas
Guru kelas memikul peranan yang amat besar dalam melaksanakan program bimbingan dan konseling. Peranan guru dalam program bimbingan dan konseling antara lain adalah:
1)      Mengmpulkan berbagai informasi dan keterangan tentang murid untuk keperluan bimbingan.
2)      Mengidentifikasi berbagai masalah dan kesulitan murid di dalam kelas.
3)      Melakukan kegiatan diagnosis kesulitan belajar terhadap murid-murid yang mengalami kesulitan dalam belajar.
4)      Memberikan bantuan pelayanan bimbingan dan konseling kepada murid-murid yang membutuhkannya. Bentuk bantuan tersebut dapat berupa pengajara perbaikan, bimbingan khusus belajar, pemberian informasi, bimbingan kelompok dan sebagainya.
5)      Mendiskusikan dan mengkonsultasikan masalah-masalah murid yang belum dapat ditangani kepada sekolah dan kepada lembaga-lembaga yang terkait.
c.       Konselor
Konselor adalah petugas bimbingan dan konseling yang dipersiapkan secara khusus untuk melakukan pelayanan bimbingan dan konseling. Bila telah dimungkinkan penempatan tenaga konselor, di suatu sekolah maka tugas dan peranannya antara lain adalah:
1)      Menyusun program bimbingan dan konseling bersama staf lainnya.
2)      Bertanggungjawab terhadap kelancaran pelayanan bimbingan dan konseling kepada murid-murid yang membutuhkannya seperti:
a)        Menyelenggarakan program pengumpulan data melalui teknik tes dan nontes,
b)        Menyelenggarakan konseling perorangan,
c)        Menyalenggarakan bimbingan kelompok,
d)       Bersama-sama guru kelas membina dan mengasuh kelompok belajar,
e)        Menyelenggarakan bimbingan karier,
f)         Membantu guru dalam kegiatan pengajaran perbaikan dan program pengayaan,
g)        Menyelenggarakan konperensi kasus,
h)        Bekerjasama dengan orang tua murid dalam menangani masalah-masalah anaknya.
3)      Melakukan konsultasi dan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain berkenaan dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah.

B.     Administrasi Bimbingan dan Konseling
1.        Pengertian Administrasi Bimbingan dan Konseling
Administrasi bimbingan dan konseling dapat dilihat secara makro dan mikro. Secara makro administrasi bimbingan dan konseling dimaksudkan sebagai usaha dalam mengelola dan menggerakan berbagai personil dan material dalam rangka mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Sedangkan secara mikro administrasi bimbingan dan konseling dimaksudkan sebagai kegiatan pengaturan lalu lintas kerja pelayanan bimbingan dan konseling sehingga kegiatan tersebut tetap lancer, efisien, dan efektif.
Kegiatan administrasi ini dapat berupa pencatatan data murid, penyimpanannya, pelaporan, dan pengalihtanganan masalah murid kepada tenaga yang lebih ahli/relevan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan administrasi, antara lain:
a.    Mengingat kegiatan bimbingan dan konseling dilakukan oleh guru kelas maka sebaiknya pekerjaan administrasi tersebut tidak terlalu menyita waktu mereka. Catatan-catatan yang dikerjakan haruslah bersifat sederhana.
b.    Catatan-catatan pribadi yang dibuat harus dijaga kerahasiaannya.
c.    Semua catatan yang dikumpulkan hendaknya dimaksudkan untuk keperluan layanan bimbingan dan konseling.
d.   Setiap catatan tentang murid hendaknya mudah ditemukan.
2.        Pola Kerja Administrasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
Pola kerja administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar dapat digambarkan sebagai berikut:
a.    Pada saat pertama diterima sekolah, data pribadinya dicatat dari hasil pengedaran angket pada orang tua, atau dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data lainnya. Data tersebut kemudian dimasukkan kedalam file, map atau buku pribadi masing-masing murid.
b.    Data murid yang diperoleh dari catatan anekdot selama proses belajar-mengajar dimasukkann kedalam dokumen murid yang bersangkutan.
c.    Bila guru memandang perlu memberikan pelayanan kepada murid, maka laporannya juga dimasukkan kedalam dokumen diatas.
d.   Konsultasi guru dengan orang tua murid hendaknya juga dicatat dan dimasukkan kedalam dokumen.
e.    Setiap bulan guru diharapkan dapat memberikan laporan tentang pelayanan bimbingan dan konseling kepada kepala sekolah, baik secara tertulis maupun secara lisan.
f.     Dalam keadaan yang sangat khusus guru kelas dapat menghasilkan murid kepada petugas yang lebih relevan dan berwewenang atas izin kepala sekolah.

3.        Sarana Administrasi Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
Sarana penunjang pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling di sekoah dasar, antara lain:
a.    Ruang serba guna bimbingan. Pada ruangan ini dapat dilakukan berbagai kegiatan bimbingan dan konseling seperti bimbingan kelompok, konseling perorangan, pemberian informasi dan lain sebagainya. Ruang tersebut harus menyenangkan, tidak memberikan kesan yang sama dengan situasi kelas dan terhindar dari suasana keributan.
b.    Alat-alat mobile seperti almari, meja, kursi konseling, dan kursi tamu.
c.    Alat-alat kelengkapan bimbingan seperti alat-alat pengumpulan data, alat-alat penyimpanan dan pengolahan data, buku paket bimbingan karier, papan media bimbingan (untuk keperluan pemberian informasi) dan sebagainya. Alat-alat ini sebaiknya disimpan pada ruangan serba guna bimbingan.
















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengorganisasian kegiatan bimbingan dan konseling adalah bentuk kegiatan yang mengatur cara kerja, prosedur kerja, dan pola atau mekanisme kerja kegiatan bimbingan dan konseling. Kegiatan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan lancar, tertib, efektif dan efesien apabila dilaksanakan dalam suatu organisasi yang baik dan teratur. Pengorganisasian kegiatan bimbingan dan konseling ditandai oleh adanya dasar dan tujuan organisasi, personel dan perencanaan yang matang.
Bentuk atau pola organisasi bimbingan dan konseling dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah dan besar kecilnya isi program. Ada berbagai macam pola organisasi bimbingan dan konseling yang dapat diterapkan di sekolah.
Administrasi program bimbingan dan konseling dimaksudkan sebagai kegiatan pengaturan lalu lintas kerja pelayanan bimbingan dan konseling sehingga kegiatan tersebut berjalan lancar, efisien, dan efektif. Pengadministrasiannya dapat berupa pencatatan data murid, penyimpanannya, pelaporan, dan pengalihtanganan masalah murid kepada tenaga yang lebih ahli/relevan







DAFTAR PUSTAKA
Drs. Anas Salahudin, M.Pd. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung : CV pustaka Setia
Prayitno. 2001. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:Rineka Cipta.
https://burangasitamaymo.wordpress.com/2015/06/26/makalah-organisasi-dan-administrasi-menurut-istilah-kbbi-serta-cakupan-dalam-bimbingan-konseling/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar