Organisasi dan Administrasi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
Diajukan
untuk tugas mata kuliah Bimbingan Konseling
dari
Dosen Pengampu Nurjaman, M.Pd.I
Disusun
oleh :
Kelompok
13 Kelas SD.14-A5
Jayanthi
Putri Kharismah 130641310
Yayan
Handayani 140641171
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
CIREBON
2017
Kata Pengantar
Segala
puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga upaya penulisan makalah sederhana ini dapat
penulis rampungkan.
Makalah
organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar ini dibuat untuk memenuhi tugas dari bapak Nurjaman, M.Pd.I dengan
tujuan agar kita lebih mengetahui apa saja yang terdapat di dalam organisasi
dan administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar. Semoga makalah ini
bisa bermanfaat dan menambah wawasan kita menjadi lebih luas lagi.
Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan
makalah ini.
Atas
perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................... .... i
Daftar Isi.............................................................................................................. .... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................................... .... 1
B. Rumusan
Masalah..................................................................................... .... 1
C. Tujuan
Pembahasan................................................................................... .... 2
BAB 2 PEMBAHASAN
A.
Organisasi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
1.
Perlunya Organisasi Bimbingan dan
Konseling................................ 3
2.
Dasar-dasar dan Prinsip-prinsip
Organisasi Bimbingan dan Konseling 7
3.
Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling
di Sekolah Dasar......... 12
4.
Peranan Personal Sekolah Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling 15
B.
Administrasi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
1.
Pengertian Administrasi Bimbingan dan
Konseling....................... 17
2.
Pola Kerja Administrasi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar.... 17
3.
Sarana Administrasi Layanan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar 18
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................ 20....
Daftar Pustaka................................................................................................ 21....
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
setiap lembaga pendidikan, yang umumnya kita sebut sebagai sekolah, keberadaan
bimbingan dan konseling sebagai organisasi tersendiri yang memiliki tugas
memberikan bantuan kepada siswa tentu sangat diperlukan. Setiap guru perlu
menyelanggarakan pelayanan bimbingan dan konseling dalam rangka membantu murid
mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Pelayanan bimbingan dan konseling itu
akan berjalan dengan baik apabila pelaksanaannya didasari program yang terencana
dan terarah.
Program bimbingan dan konseling yang telah tersusun
secara baik akan dapat dilaksanakan secara efektif apabila didukung oleh
organisasi yang baik dan tertib. Kalau organisasi bimbingan dan konseling
terlaksana dengan baik, maka kegiatan-kegiatannya dapat terkordinasi dengan
baik, saran-saran layanan secara bijaksana.
Selanjutnya organisasi bimbingan dan konseling yang
baik dan tertib perlu ditopang oleh administrasi yang teratur dan mantap.
Karena dengan adanya administrasi yang teratur dan mantap itu akan memungkinkan
terlaksananya mekanisme dan prosedur kerja yang lancar diantara berbagai
petugas bimbingan dan konseling di sekolah.
B.
Rumusan
Masalah
Sesuai dengan latar belakanag yang telah dipaparkan
diatas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan
organisasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar ?
2. Menjelaskan
administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar ?
C.
Tujuan
Pembahasan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan
diatas, maka adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjabarkan
organisasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar
2. Menjabarkan
administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Organisasi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
1.
Perlunya
Organisasi Bimbingan dan Konseling
Organisasi berasal dari kata organon dalan bahasa Yunani yang berarti alat. Pengertian
organisasi telah banyak disampaikan para ahli, dan pada dasarnya, tidak ada
perbedaan yang prinsip. Sebagai bahan perbandingan, berikut ini akan
disampaikan beberapa pendapat mereka, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yayat
Hayati Djatmoko (2002). Sebagai berikut.
1. Chester
I. Barnard dalam bukunya “The Executive
Functions” mengemukakan, “I define
organization as a system of cooperative of two more persons” (Organisasi
adalah sistem kerja sama antara dua orang atau lebih).
2. James
D. Mooney mengatakan, “Organization is
the form of every human association for the attainment of common purpose” (Organisasi
adalah setiap bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama).
3. Menurut
Dimock, “Organization is the systematic
bringing together of independent part to form a unified whole throught which
authority, coordination, and control may be exercised to achive a given
purpose” (Organisasi adalah perpaduan secara sistematis bagian-bagian yang
saling bergantung/ berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui
kewenangan, koordinasi, dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Dari beberapa
pengertian organisasi diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi harus
memiliki tiga unsur dasar, yaitu:
1. Orang-orang
(sekumpulan orang),
2. Kerja
sama,
3. Tujuan
yang ingin dicapai.
Dengan demikian, organisasi merupakan
sarana untuk melakukan kerja sama antara orang-orang dalam rangka mencapai
tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.
Kaitan dengan tujuan organisasi yang
hendak dicapai, khususnya dalam organisasi pendidikan sebagai institusi
penyelenggara pendidikan, yaitu mengharapkan suatu outcome pendidikan yang memuaskan, yaitu meliputi hal berikut.
1.
Pemerataan pendidikan, yang berkenaan
dengan beberpa banyak anak-anak yang berada pada usia sekolah mendapatkan
layanan pendidikan.
2.
Kualitas pendidikan, berkenaan dengan
bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga dapat
mempertahankan eksistensinya.
3.
Relevansi pendidikan, berkenaan dengan
hubungan antara sistem pendidikan dan pembangunan nasional serta kepentingan
perseorangan keluarga dan masyarakat. Hal ini memerlukan keterpaduan dalam
perencanaan pendidikan.
4.
Efisiensi pendidikan, berkenaan dengan
sumber-sumber potensial pendidikan, baik yang bersifat manusiawi maupun non
manusiawi yang sangat terbatas dapat dioptimalkan penggunaannya.
5.
Efektivitas pendidikan, berkenaan dengan
keampuhan pelaksanaan sistem pendidikan nasional, kemampuan sistem bersentuhan
dengan kurikulum secara konseptual dan kurikulum secara praktikal.
Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, (2001),
organisasi penyelenggara pendidikan sudah tentu melibatkan masyarakat,
pemerrintah dan orang tua dalam memperoleh outcome
atau produktivitas pendidikan sebagaimana tersebut diatas. Hal ini terjadi
apabila outcome tersebut diperoleh
dengan memuaskan sehingga semua pihak yang terlibat dalam penyelengaraan akan
merasa puas. Khusus bagi ketenagaan pendidikan dan non ketenagaan pendidikan
(birokrasi pendidikan), hal tersebut merupakan suatu kepuasan kerja yang
positif. Sebaliknya, apabila outcome
tersebut kurang memuaskan akan timbul tidakpuasan kerja.
Kepuasan dan ketidakpuasan kerja dalam
penyelenggaraan pendidikan akan menimbulkan perilaku individu dan organisasi,
yang merupakan interaksi dari karakteristik individu dan karakteristik
organisasi pendidikan. Dengan perkataan lain, kepuasan harus menjadi tujuan
utama organisasi diikuti produktivitas atau outcome
pendidikan.
Karena itu, melihat fungsi organisasi sebagai media
menyatukan persepsi dan tujuan bersama yang hendak dicapai, sebagaimana
biasanya ditentukan dan visi dn misi organisasi, kehadiran organisasi profesi,
khususnya di bidang bimbingan dan konseling dilingkungan lembaga pendidikan,
menjadi sangat penting. Hal ini karena sebagaimana telah diakui kegiatan
program bimbingan ialah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana,
terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu, misalnya satu
tahun ajaran. Kegiatan bimbingan ini terfokuskan pada pelayanan yang diberikan
kepada para siswa( layanan-layanan bimbingan) dan rekan tenaga pendidik serta
orang tua siswa, dan evaluasi program bimbingan. Dengan demikian, kehadiran
suatu organisasi profesi bimbingan dan konseling tampaknya menjadi suatu
tuntutan alami untuk menjawab kebutuhan pelaksanaan program pelayanan,
khususnya kepada siswa.
Kebutuhan terhadap organisasi
bimbingan dan konseling terlihat dari adanya kepentingan ditingkat sekolah
hingga tingkat yang lebih luas lagi. Sekalipun disekolah ada pimpinan seperti
kepala sekolah, beberapa tugasnya harus didelegasikan kepada bawahannya. Sebab,
tanggung jawab kepala sekolah tentu sangat besar jika sebagian kewajibannya
tidak didelegasikan kepada bawahannya yang menguasai bidang-bidang tertentu,
seperti bimbingan dan konseling.
Dengan adanya pendelegasian tugas
ini, dalam wujud praktik berorganisasi bidang bimbingan dan konseling, proses
pembelajaran yang berlangsung disekolah, selain ringan karena ditangani
bersama, juga setiap individu dari tenaga pendidik memiliki hak dan kewajiban
masing-masing sesuai dengan kapasitasnya.
Dalam wadah organisasi, tenaga
pembimbing bekerja berdasarkan suatu program bimbingan yang direncanakan dan
dikelola dengan baik. Hal ini akan berdampak positif bagi pemenuhan kewajiban
kerja. Manfaat organisasi bimbingan dan konseling, khususnya disekolah dapat
dikemukakan, antara lain sebagai berikut.
1. Ruang
lingkup pelayanan bimbingan jauh lebih luas dan semua siswa harus mendapatkan
pelayanan bimbingan, terutama melalui bimbingan kelompok.
2. Pelayanan
bimbingan menjadi usaha yang dilakukan bersama oleh staf bimbingansebagai tim
kerja.
3. Sarana
personal dan materiil dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga dari segi
finansial lebih dapat dipertanggung jawabkan dan efisien.
4. Sifat
bimbingan yang lebih ditonjolkan ialah sifat preventif dan perseveratif.
5. Pelayanan
bimbingan dalam semua komponen program bimbingan mendarah daging dalam
kehidupan sekolah.
6. Kedudukan,
wewenang, dan tugas konselor sekolah diakui oleh staf pendidik disekolah dan
dinilai lebih positif karena disamping program pengajaran, terdapat program
bimbingan yang sama-sama dikelola secara profesional.
7. Dibuktikan
bahwa pelayanan bimbingan tidak hanya meliputi wawancara konseling, tetapi
mencakup sebagai kegiatan lainnya untuk semua satuan kelas.
8. Lebih
mudah menentukan urutan prioritas, yaitu
layanan bimbingan yang diutamakan di institusi pendidikan tertentu pada jenjang
pendidikan tertentu.
9. Tenaga
bimbingan oleh para siswa tidak dipandang sebagai satpam sekolah, tugas pembina
disiplin, guru cadangan, ahli menangani kasus kenakalan, serta kasus
keabnormalan, dan sebagainya.
10. Diperjelas
bahwa pelayanan bimbingan mengandung unsur proses, yang membawa hasil secara
gradual sebagai akibat dan usaha tenaga bimbingan dan siswa bersama-sama, sama
seperti pengajaran yang juga mengenal unsur proses.
11. Lebih
didasari oleh pihak yang mengangkat tenaga bimbingan bahwa untuk melakukan
rangkaian kegiatan bimbingan dibutuhkan orang yang telah mendapat pendidikan
prajaban yang memadai. Misalnya, seorang tamatan fakultas psikologi akan
menemui kesulitan dalam memberikan bimbingan karir secara kelompok kalau dia
tidak menguasai cara menyusun silabus san membuat satuan pelayananbimbingan
serta kurang mengenal seluk-beluk jalannya suatu lembaga pendidikan.
12. Evaluasi
program lebih dimungkinkan karena ada rumpun sasaran tertentu yang harus
dicapai dan direncanakan sejumlah kegiatan tertentu untuk mencapai seluruh
sasaran itu.
Jadi, ada baiknya jika
setiap sekolah, terutama pada tingkat menengah pertama, didirikan organisasi
bimbingan dan konseling, terutama untuk mengantisipasi bertumpuknya beban
pelayanan bimbingan pada satu orang, baik seorang kepala sekolah sebagai top leader maupun seorang konselor
karena dipandang memiliki kemampuan formal dibidang bimbingan dan konseling.
2.
Dasar-dasar
dan Prinsip-prinsip Organisasi Bimbingan dan Konseling
Sekolah
adalah organisasi formal, yang didalamnya terdapat usaha-usaha administrasi
dalam usaha mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran nasional. Adapun bimbingan
dan konseling adalah suborganisasi dari organisasi sekolah.
Karena
organisasi bimbingan dan konseling sebagai suatu badan, banyak ahli yang
menawarkan mode atau pola organisasi yang cocok yang diterapkan disekolah. Pola
organisasi yang dipilih harus didasarkan atas kesepakatan bersama diantara
pihak-pihak yang terkait disekolah, yang dilanjutkan dengan usaha-usaha
perencanaan untuk mencapai tujuan, pembagian tugas, pengendalian proses, dan
penggunaan sumber-sumber bimbingan. Usaha-usaha tersebut disebut sebagai
administrasi bimbingan dan konseling.
Jadi,
dasar bagi organisasi bimbingan dan konseling disekolah adalah adanya
kesepakatan bersama, baik guru-guru yang merangkap konselor, guru mata
pelajaran, wali kelas maupun kepala sekolah. Atas dasar kesepakatan itu,
pengelolaan dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling dapat melibatkan semua
pihak yang ada disekolah sebagai sumber organisasi. Dan tentu saja, yang paling
utama adalah para pengurus organisasi yang harus paling aktif.
Adapun
prinsip-prinsip organisasi, secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Organisasi
harus Mempunyai Tujuan yang Jelas
Organisasi dibentuk atas dasar
adanya tujuan yang ingin dicapai, sehingga tidak mungkin suatu organisasi tanpa
adanya tujuan. Misalnya, organisasi pelayanan bimbingan dan konseling sebagai
suatu organisasi, mempunyai tujuan, antara lain, memberikan pelayanan
bimbingan, khususnya kepada siswa-siswi peserta didik, terutama yang dipandang
bermasalah dengan prestsi belajarnya.
2.
Prinsip
Skala Hierarki
Dalam suatu organisasi,
harus ada garis wewenang yang jelas dari
pimpinan, membantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam
pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas
jalannya organisasi secara keseluruhan.
3.
Prinsip
Kesatuan Perintah
Dalam hal ini,
seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan
saja.
4.
Prinsip
Pendelegasian Wewenang
Seorang pemimpin
mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaanya, sehingga perlu dilakukan
pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus
dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan. Dalam pendelegasian, wewenang
yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam mengambil keputusan, melakukan
hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan
lebih dahulu kepada atasannya.
5.
Prinsip
Pertanggung jawaban
Dalam menjalankan
tugasnya, setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.
6.
Prinsip
Pembagian Pekerjaan
Suatu organisasi, untuk
mencapai tujuannya, melakukan berbagai akrtivitas atau kegiatan. Agar kegiatan
dapat berjalan optimal, dilakukan pembagian tugas/ pekerjaan yang didasarkan
pada kemampuan dan kehlian dari tiap-tiap pegawai. Adanya kejelasan dalam
pembagian tugas akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang,
pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.
7.
Prinsip
Rentang Pengendalian
Artinya dalam jumlah
bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi
secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi.
Semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin
kompleks rentang pengendaliannya.
8.
Prinsip
Fungsional
Secara fungsional,
tugas dan wewenang, kegiatan, hubungan kerja, serta tanggung jawab seorang
pegawai harus jelas.
9.
Prinsip
Pemisahan
Tanggung jawab tugas
pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain.
10. Prinsip Keseimbangan
Keseimbangan disini
adalah keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dan tujuan
organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan
tujuan organisasi tersebut. Tujuan organisasi akan diwujudkan melalui
aktivitas/ kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana
(tidak kompleks), misalnya ‘koperasi disuatu desa terpencil’, struktur
organisasi akan berbeda dengan organisasi koperasi yang ada dikota besar,
seperti di Jakarta, Bandung atau Surabaya.
11. Prinsip Fleksibilitas
Organisasi harus
senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika
organisasi sendiri(internal factor), dan
karena danya pengaruh diluar organisasi
(external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam
mencapai tujuan.
12. Prinsip Kepemimpinan
Dalam organisasi,
apapun bentuknya, diperlukan pemimpin, atau dengan kata lain, organisasi mampu
menjalankan aktivitas karena adanya proses kepemimpinan yang digerakkan oleh
pemimpin organisasi tersebut.
Menurut
A. Dale Timpe (ed) dalam bukunya, “seri
manajemen sumber daya manusia kepemimpinan (2000)”, dalam sebuah organisasi, peran penting dari
pengelolaan organisasi adalah menyediakan kepemimpinan. Disamping itu,
organisasi harus menetapkan tujuan dan sasaran organisasi serta mengalokasikan
sumber-sumber daya yang ada. Berkaitan dengan kepemimpinan ini,
sekurang-kurangnya ada delapan sifat yang menjadi pertimbangan dalam sebuah
organisasi yang akan memengaruhi lahirnya sebuah kebijakan, yaitu sebagai
berikut.
1. Kemampuan untuk memusatkan.
Pemimpin harus dapat menangkap perhatian setiap insan dalam organisasi dan
dapat memancarkan pemikiran tunggal yang sangat tinggi dan memiliki dedikasi
terhadap suatu pendangan.
2. Pendekatan pada nilai yang
sederhana. Pemimpin menganut seperangkat nilai dasar yang
sederhana. Nilai itu dapat menjadi kerangka untuk membantu manajer (pembantu
utamanya) mengambil keputusan. Nilai dasar yang diberikan pada setiap orang
dalam organisasi merupakan sarana untuk memahami peristiwa.
3. Selalu bergaul dengan orang.
Pergaulan dengan pegawai diluar organisasi sama pentingnya dengan pergaulan
didala organisasi. Pemimpin yang efektif biasanya mempunyai jaringan kontak
eksternal.
4. Menghindari profesionalisme tiruan.
Mengingat cepatnya perubahan sekarang ini, organisasi harus mengadakan
perencanaan matang yang memaksa mereka untuk mempelajari tujuan jangka menengah
dan jangka panjang, serta langkah-langkah untuk mencapainya. Pemimpin sejati
mengetahui kearah mana organisasi harus bergerak dan menghindari gerakan tidak
produktif.
5. Mengelola perubahan.
Sifat ini melengkapi sifat berpandang luas. Selain memiliki bayangan dari masa
depan organisasi, pemimpin harus terampil dalam mengadakan perubahan. Pemimpin
yang pandai harus dapat “membuatnya terjadi”.
6. Memilih orang.
Setiap pemimpin yang efektif mahir mengidenfitikasi dan mempertahankan bawahan
yang berbaka, mempromosikan mereka dari dalam organisai.
7. Hindari” mengerjakn semuanya
sendiri”. Pemimpin yang berhasil, menyadari bahwa mereka
tidak mengetahui semuanya; sebagai manusia biasa, mereka memiliki pengetahuan
dan kemampuan terbatas. Pemimpin organisasi yang berhasil cenderung mengarahkan
perhatian mereka pada sejumlah indikator performa yang relatif terbatas.
8. Menghadapi kegagalan.
Salah satu sifat dari pemimpin yang berhasil adalah kemampuan untuk menangani
kegagalan. Bukan tidak mungkin, jika seorang pemimpun organisasi terpandang
yang telah memperoleh serangkaian keberhasilan, mengalami beberapa kegagalan
yang berakibat kemunduran perusahaan atau organisasinya. Akan tetapi, pemimpin
yang sejai tidak akan ragu-ragu untuk menghadapi kemunduran ini dan akan
mengakui tanggung jawabnya. Satu bidang yang memisahkan pemimpin organisasi
dengan pemimpin sejati adalah naluri untuk tahu kapan harus menghentikan
kegiatan penunjang maupun kegiatan utamanya.
Dengan
demikian, secara teoritis, prinsip-prinsip dalam organisasi pelayanan bimbingan
dan konseling itu mengacu pada uraian-uraian diatas.
3.
Pola
Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
Bentuk atau pola organisasi bimbingan dan konseling dikembangkan sesuai
dengan situasi dan kondisi sekolah dan besar kecilnya isi program. Ada beberapa
kemungkinan pola organisasi bimbingan dan konseling yang dapat diikuti. Untuk
penerapan di sekolah dasar dapat dipilih tiga pola organisasi, yaitu:
a.
Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan
memanfaatkan guru kelas sebagai tenaga pembimbing.
b.
Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan
memanfaatkan seorang konselor untuk beberapa sekolah terdekat.
c.
Pola organisasi bimbingan dan konseling yang memakai
seorang konselor untuk setiap sekolah.
Berikut akan diuraikan masing-masing
pola tersebut:
a.
Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan
memanfaatkan guru kelas sebagai tenaga pembimbing.
Dalam pola organisasi ini guru kelas berperan langsung menjadi pembimbing
bagi murid-murid di kelasnya. Dengan menerapkan pola ini setiap guru kelas
berkewajiban menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap
murid-muridnya.
Dalam pola organisasi di atas, kepala sekolah sebagai koordinator bimbingan
bertanggung jawab secara langsung terhadap program bimbingan dan konseling di
sekolahnya. Tugas-tugas yang menyangkut pelayanan bimbingan dan konseling
diselenggarakan oleh masing-masing guru kelas. Dalam menangani masalah-masalah
yang memerlukan penanganan secara teroadu, masing-masing guru dapat bekerjasama
dengan teman sejawatnya di sekolah. Begitu pula masing-masing guru dapat
bekerjasama dengan orangtua murid (yang tergabung dalam BP3) untuk mengatasi
masalah-masalah murid yang penangananya memerlukan keterlibatan orang tua.
Selanjutnya pola ini dikembangkan dengan menjadikan konselor-konselor di
SMPT dan SMTA terdekat sebagai tenaga yang dimanfaatkan untuk mengkonsultasikan
berbagai masalah murid yang memerlukan penanganan yang lebih khusus.
b.
Pola organisasi bimbingan dan konseling dengan
memanfaatkan seorang konselor untuk beberapa sekolah terdekat.
Pola ini dapat diterapkan dila kondisi sekolah telah memungkinkan
penempatan tenaga khusus (konselor) untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan
dan konseling. Dalam hal ini seorang konselor bertugas untuk melaksanakan
kegiatan bimbingan pada beberapa sekolah terdekat, atau secara khusus bertugas
pada setiap sekolah sekaligus, struktur organisasi bimbingan dan konseling
menggunakan pola ini. Penyelenggaraanya dikoordinasikan oleh suatu badan
(koordinator bimbingan) dengan memakai tenaga konselor yang bertugas sebagai
konsultan untuk. Masalah-masalah yang memerlukan penanganan khusus
dikonsultasikan kepada konselor.
c.
Pola organisasi bimbingan dan konseling yang memakai
seorang konselor untuk setiap sekolah.
Sementara itu Fajar Santoadi (2010) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen
Bimbingan dan Konseling Komprehensif”, mengemukakan 4 (empat) pola dasar
organisasi BK di sekolah, yaitu :
1)
Pola Generalis. Tanggung jawab pelayanan BK menyebar
di semua pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah (wali kelas, guru
mata pelajaran, staf) dan seorang guru BK profesional yang bertindak sebagai
Koordinator BK.
2)
Pola Spesialis. Pelayanan BK ditangani oleh tenaga
ahli, sehingga dalam struktur organisasi BK terdapat unit-unit pelayanan
khusus, misalnya Unit Testing, Unit Konseling, Unit Bimbingan Karier,
dsb.
3)
Pola Kurikuler. Pelayanan BK menggunakan pendekatan
“seperti layaknya mata pelajaran” dengan pelaksana utamanya Konselor, dan tidak
diperlukan koordinator BK.
4)
Pola–Pola Relasi Manusia. Bimbingan dan Konseling
bekerja dengan menciptakan relasi antarmanusia dalam bentuk kelompok-kelompok
perkembangan. Konselor dan Guru Mata Pelajaran bertindak sebagai promotor dan
pendamping kelompok-kelompok bimbingan.
4. Peranan Personal Sekolah Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar dapat terselenggara
dengan baik apabila setiap personil sekolah mengetahui dan memahami dengan
jelas tugas dan perananya masing-masing. Perincian tugas dan peranan setiap
personil itu atara lain adalah sebagai berikut:
a.
Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah penanggung jawab utama program bimbingan dan
konseling di sekolahnya. Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai
berikut:
1)
Menyusun program sekolah secara keseluruhan, termasuk
program bimbingan dan konseling, dengan melibatkan semua staf yang ada di
sekolahnya.
2)
Mendelegasikan tugas pelayanan bimbingan dan konseling
kepada masing-masing guru kelas atau kepada konselor (bila kondisi sekolah
telah memungkinkan).
3)
Melengkapi berbagai fasilitas, biaya dan sarana untuk
keperluan bimbingan sesuai dengan kebutuhan sekolahnya.
4)
Melakukan pengawasan terhadap kelancaran pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolahnya.
b.
Guru Kelas
Guru kelas memikul peranan yang amat besar dalam melaksanakan program
bimbingan dan konseling. Peranan guru dalam program bimbingan dan konseling
antara lain adalah:
1)
Mengmpulkan berbagai informasi dan keterangan tentang
murid untuk keperluan bimbingan.
2)
Mengidentifikasi berbagai masalah dan kesulitan murid
di dalam kelas.
3)
Melakukan kegiatan diagnosis kesulitan belajar
terhadap murid-murid yang mengalami kesulitan dalam belajar.
4)
Memberikan bantuan pelayanan bimbingan dan konseling
kepada murid-murid yang membutuhkannya. Bentuk bantuan tersebut dapat berupa
pengajara perbaikan, bimbingan khusus belajar, pemberian informasi, bimbingan
kelompok dan sebagainya.
5)
Mendiskusikan dan mengkonsultasikan masalah-masalah
murid yang belum dapat ditangani kepada sekolah dan kepada lembaga-lembaga yang
terkait.
c.
Konselor
Konselor adalah petugas bimbingan dan konseling yang dipersiapkan secara
khusus untuk melakukan pelayanan bimbingan dan konseling. Bila telah dimungkinkan
penempatan tenaga konselor, di suatu sekolah maka tugas dan peranannya antara
lain adalah:
1)
Menyusun program bimbingan dan konseling bersama staf
lainnya.
2)
Bertanggungjawab terhadap kelancaran pelayanan
bimbingan dan konseling kepada murid-murid yang membutuhkannya seperti:
a)
Menyelenggarakan program pengumpulan data melalui
teknik tes dan nontes,
b)
Menyelenggarakan konseling perorangan,
c)
Menyalenggarakan bimbingan kelompok,
d)
Bersama-sama guru kelas membina dan mengasuh kelompok
belajar,
e)
Menyelenggarakan bimbingan karier,
f)
Membantu guru dalam kegiatan pengajaran perbaikan dan
program pengayaan,
g)
Menyelenggarakan konperensi kasus,
h)
Bekerjasama dengan orang tua murid dalam menangani
masalah-masalah anaknya.
3)
Melakukan konsultasi dan kerjasama dengan lembaga-lembaga
lain berkenaan dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah.
B.
Administrasi
Bimbingan dan Konseling
1.
Pengertian
Administrasi Bimbingan dan Konseling
Administrasi
bimbingan dan konseling dapat dilihat secara makro dan mikro. Secara makro
administrasi bimbingan dan konseling dimaksudkan sebagai usaha dalam mengelola
dan menggerakan berbagai personil dan material dalam rangka mencapai tujuan
bimbingan dan konseling. Sedangkan secara mikro administrasi bimbingan dan
konseling dimaksudkan sebagai kegiatan pengaturan lalu lintas kerja pelayanan
bimbingan dan konseling sehingga kegiatan tersebut tetap lancer, efisien, dan
efektif.
Kegiatan
administrasi ini dapat berupa pencatatan data murid, penyimpanannya, pelaporan,
dan pengalihtanganan masalah murid kepada tenaga yang lebih ahli/relevan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan administrasi, antara
lain:
a. Mengingat
kegiatan bimbingan dan konseling dilakukan oleh guru kelas maka sebaiknya
pekerjaan administrasi tersebut tidak terlalu menyita waktu mereka.
Catatan-catatan yang dikerjakan haruslah bersifat sederhana.
b. Catatan-catatan
pribadi yang dibuat harus dijaga kerahasiaannya.
c. Semua catatan
yang dikumpulkan hendaknya dimaksudkan untuk keperluan layanan bimbingan dan
konseling.
d. Setiap
catatan tentang murid hendaknya mudah ditemukan.
2.
Pola Kerja Administrasi Bimbingan dan Konseling di
Sekolah Dasar
Pola kerja
administrasi bimbingan dan konseling di sekolah dasar dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Pada saat
pertama diterima sekolah, data pribadinya dicatat dari hasil pengedaran angket
pada orang tua, atau dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data lainnya.
Data tersebut kemudian dimasukkan kedalam file, map atau buku pribadi
masing-masing murid.
b. Data murid
yang diperoleh dari catatan anekdot selama proses belajar-mengajar dimasukkann
kedalam dokumen murid yang bersangkutan.
c. Bila guru
memandang perlu memberikan pelayanan kepada murid, maka laporannya juga
dimasukkan kedalam dokumen diatas.
d. Konsultasi
guru dengan orang tua murid hendaknya juga dicatat dan dimasukkan kedalam
dokumen.
e. Setiap bulan
guru diharapkan dapat memberikan laporan tentang pelayanan bimbingan dan
konseling kepada kepala sekolah, baik secara tertulis maupun secara lisan.
f. Dalam
keadaan yang sangat khusus guru kelas dapat menghasilkan murid kepada petugas
yang lebih relevan dan berwewenang atas izin kepala sekolah.
3.
Sarana Administrasi Layanan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah Dasar
Sarana
penunjang pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling di sekoah dasar,
antara lain:
a. Ruang serba
guna bimbingan. Pada ruangan ini dapat dilakukan berbagai kegiatan bimbingan
dan konseling seperti bimbingan kelompok, konseling perorangan, pemberian
informasi dan lain sebagainya. Ruang tersebut harus menyenangkan, tidak
memberikan kesan yang sama dengan situasi kelas dan terhindar dari suasana
keributan.
b. Alat-alat
mobile seperti almari, meja, kursi konseling, dan kursi tamu.
c. Alat-alat
kelengkapan bimbingan seperti alat-alat pengumpulan data, alat-alat penyimpanan
dan pengolahan data, buku paket bimbingan karier, papan media bimbingan (untuk
keperluan pemberian informasi) dan sebagainya. Alat-alat ini sebaiknya disimpan
pada ruangan serba guna bimbingan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengorganisasian
kegiatan bimbingan dan konseling adalah bentuk kegiatan yang mengatur cara
kerja, prosedur kerja, dan pola atau mekanisme kerja kegiatan bimbingan dan
konseling. Kegiatan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan lancar,
tertib, efektif dan efesien apabila dilaksanakan dalam suatu organisasi yang
baik dan teratur. Pengorganisasian kegiatan bimbingan dan konseling ditandai
oleh adanya dasar dan tujuan organisasi, personel dan perencanaan yang matang.
Bentuk atau
pola organisasi bimbingan dan konseling dikembangkan sesuai dengan situasi dan
kondisi sekolah dan besar kecilnya isi program. Ada berbagai macam pola
organisasi bimbingan dan konseling yang dapat diterapkan di sekolah.
Administrasi
program bimbingan dan konseling dimaksudkan sebagai kegiatan pengaturan lalu
lintas kerja pelayanan bimbingan dan konseling sehingga kegiatan tersebut
berjalan lancar, efisien, dan efektif. Pengadministrasiannya dapat berupa
pencatatan data murid, penyimpanannya, pelaporan, dan pengalihtanganan masalah
murid kepada tenaga yang lebih ahli/relevan
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Anas Salahudin, M.Pd. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung : CV
pustaka Setia
Prayitno.
2001. Panduan Kegiatan Pengawasan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar
Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:Rineka
Cipta.
https://burangasitamaymo.wordpress.com/2015/06/26/makalah-organisasi-dan-administrasi-menurut-istilah-kbbi-serta-cakupan-dalam-bimbingan-konseling/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar