LAYANAN BIMBINGAN BAGI ANAK BERPRILAKU MASALAH
Diajukan
untuk tugas mata kuliah Bimbingan Konseling
dari
Dosen Pengampu Nurjaman, M.Pd.I
Disusun
oleh :
Kelompok
10
Gita Febriyana
Shinta Diyanti
Kelas SD.14-A5
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
CIREBON
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perilaku bermasalah adalah suatu persoalan yang
harus menjadi guru bkan semata-mata perilaku itu destruktif atau menganggu
proses pembelajaran melainkan suatu bentuk perilaku agresif maupun pasif yang
dapat menimbulkan kesulitan dalam kerjasama dengan teman merupakan perilaku
yang dapat menimbulkan masalah belajar peserta didik, dan hal itu merupakan
perilaku bermasalah. Guru hendaknya menyingkap jauh dibalik perilaku yang
nampak, agar memiliki pemahaman tentang karakteristik perilaku murid yang
sesungguhnya.
Peserta
didik Sekolah Dasar merupakan individu yang khas, penghampiran terhadap masalah
individu merupakan penanganan yang berbeda. Teknik-teknik membantu murid
bermasalah memberikan wawasan dalam memberikan bantuan terhadap peserta didik
yang bermasalah.
Pendekatan
bimbiingan perkembangan membawa implikasi bahwa pengahmpiran pada perilaku
peserta didik yang bermasalah dapat dilakukan dengan mengkaji masalah-masalah
yang berkaitan dengan karakteristik perkembangan peserta didik.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian anak
berperilaku yang bermasalah ?
2. Apa saja
bentuk-bentuk berperilaku bermasalah ?
3. Apa saja
karakteristik perkembangan anak yang berperilaku bermasalah ?
4. Bagaimana
teknik-teknik mengatasi anak berperilaku bermasalah ?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui
Pengertian anak berperilaku yang bermasalah.
2. Mengetahui
bentuk-bentuk perilaku bermasalah.
3. Mengetahui
karakteristik perkembangan anak yang berperilaku bermasalah.
4. Mengetahui
teknik-teknik mengatasi anak berperilaku bermasalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Berperilaku Bermasalah
Perilaku
bermasalah adalah suatu persoalan yang harus menjadi kepedulian guru, bukan
semata-mata perilaku itu mengganggu proses pembelajaran melainkan suatu bentuk
perilaku agresif maupun pasif yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
bekerjasama dengan teman. Guru perlu memahami perilaku bermasalah ini sebab
“murid yang bermasalah” biasanya tampak di dalam kelas bahkan anak menampakkan
perilaku bermasalah itu dalam keseluruhan interaksi dengan lingkungannya. Pada
dasarnya setiap peserta didik memiliki masalah-masalah emosional dan
penyesuaian sosial walaupun masalah itu tidak selamanya menimbulkan perilaku
bermasalah yang kronis. Terhadap
peserta didik yang menunjukkan perilaku bermasalah ini seringkali guru
memberikan perlakuan secara langsung dan drastis yang tidak jarang dinyatakan
dalam bentuk hukuman fisik. Cara atau pendekatan seperti ini seringkali tidak
membawa hasil yang diharapkan karena perlakuan tersebut tidak didasarkan kepada
pemahaman apa yang ada dibalik perilaku bermasalah. Bagaimanapun, bukanlah
tugas yang mudah dan seringkali diperlukan bantuan dari pakar dibidang
pekerjaan-pekerjaan psikologis. Sekalipun demikian pemahaman terhadap perilaku
bermasalah bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan guru.
Dalam pendekatan bimbingan
perkembangan, dimungkinkan untuk memberikan layanan bimbingan, guru
membantu seluruh murid. Namun sekali telah memberikan bantuan terhadap seluruh
murid, ada saja murid yang berperilaku bermasalah. Guru perlu memahami perilaku bermasalah
ini sebab “murid yang bermasalah” biasanyanya tampak di dalam keseluruhan
interaksi dengan lingkungannya. Memahami perilaku bermasalah mengandung arti
bahwa guru harus lebih sensitif terhadap interaksi antara berbagai kekuatan dan
faktor di dalam lingkungan pesesrta didik dengan penampilan perilaku peserta
didik disekolah.
Pada dasarnya setiap peserta didik
memiliki masalah- masalah emosional dan penyesuaian sosial walaupun masalah itu
tidak selamanya menimbulkan perilaku bermasalah yang kronis. Kiranya kita dapat
mengaatakan bahwa “peserta didik bermasalah” ialah seseorang yang memiliki
masalah lebih banyak atau lebih mendalam yang menjadikan ia menderita
karenanya.
Terhadap peserta didik yang
menunjukkan perilaku bermasalah ini seringkali guru memberikan perlakuan secara
langsung dan drastis yang tidak jarang dinyatakan dalam bentuk hukum fisik.
Cara lain atau pendekatan seperti ini seringkali tidak membawa hasil yang
diharapkan karena perlakuan tersebut tidak didasarkan kepada pemahaman apa yang
ada dibalik perilaku bermasalah, bagaimanapun, bukanlah tugas yang mudah dan
seringkali diperlukan bantuan dari pakar dibidang pekerjan- pekerjaan
psikologis (konselor dan ahli psikologis). Sekalipun demikian pemahaman
terhadap perilaku bermasalah bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan
guru.
Salah satu kesulitan memahami
perilaku bermasalah ialah karena perilaku tersebut tampil dalam perilaku
menghindar atau mempertahankan diri. Dalam psikologi perilaku ini disebut
“mekanisme pertahanan diri” karena dengan perilaku tersebut individu dapat
mempertahankan diri atau menghindar dari situasi yang menimbulkan ketegangan.
Penggunaan mekanisme pertahanan diri dalam diri anak sebenarnya dikatakan
normal apabila dalam taraf yang tidak berlebihan (apabila mekanisme pertahanan
diri dalam taraf berlebihan disebut neurotik).
Sebab tujuan dari mekanisme pertahanan diri adalah untuk melindungi ego dan
mengurangi kecemasan yang setiap saat diperlukan setiap orang terutama pada
anak-anak.
B.
Bentuk-bentuk berperilaku bermasalah
Dapat membedakan pendekatan
sebagai seorang guru atau pendekatan sebagai seorang pembimbing yang digunakan
untuk membantu mengatasi siswa yang bermasalah. Kebutuhan bimbingan semacam ini
sebenarnya tak terbatas bagi siswa yang bermasalah dan tidak mampu
mengatasinya. Melainkan siswa yang tidak bermsalah pun memerlukan, karena seseorang
mengerti bahwa manusia tidak pernah lepas dari masalah. Karena itu, bimbingan
perlu diberikan sebelum individu tersebut terlanjur mengalami kesulitan.
Salah satu perilaku bermasalah
adalah karena perilaku tersebut tampil dalam perilaku mengindar atau
mempertahnakan diri. Dalam psikologi perilaku ini disebut “mekanisme pertahanan
diri” yang disebabkan oleh karena peserta didik menghadapi kecemasan dan tidak
mampu menghadapinya. Kecemasan pada dasarnya adalah bentuk ketegangan
psikologis sebagai akibat dan ketidak
puasan dalam kebutuhan. Disebut “mekanisme pertahanan diri” karena dengan
perilaku tersebut individu dapat mempertahankan diri atau menghindar dari
situasi ketegangan, adapun bentuk-bentuk perilakunya yaitu sebagai berikut:
a.
Rasionalisasi
Mekanisme
perilaku rasionalisasi ditunjukan dalam bentuk memberikan penjelasan atas
perilaku yang dilakukan oleh individu, penjelasan yang tampak biasanya cukup
logis dan rasional tetapi pada dasarnya apa yang didasarkan bukan merupakan
penyebab nyata karena sebenarnya individu bermaksud menyembunyikan latar
belakang perilakunya.
b. Sikap Bermusuhan
Sikap ini tampak prilaku agresif
menyerang, menganggu, bersaing, dan mengecam lingkungan.
c. Menghukum diri sendiri
Perilaku ini tampak dalam wujud mencela diri sebagai
penyebab utama kesalahan atau kegagalan. Perilaku ini terjadi karena individu
cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai seseorang yang sekiranya seseorang
mengkritik orang lain. Orang seperti ini memiliki kebutuhan untuk diakui dan
disukai yang amat kuat.
d. Represi
Perilaku
represi ditunjukkan dalam bentuk menyembunyikan dan menekan penyebab yang
sebenarnya ke luar batas kesadaran. Individu berupaya melupakan hal-hal yang
menimbulkan penderitaan hidupnya.
e. Komformitas
Perilaku ini
ditunjukan dalam menyelamatkan diri dengan atau terhadap harapan-harapan orang
lain. Dengan memenuhi harapan orang lain, maka dirinya akan terhindar dari
kecemasan. Orang seperti ini memiliki harapan sosial ketergantungan yang
tinggi.
f.
Sinis
Perilaku
sinis ini mucul dari ketidakberdayaan individu untuk berbuat atau berbicara
terhadap kelompok. Ketidakberdayaan ini membuat dirinya khawatir dan penilaian
orang lain terhadap dirinya. Perilaku sinis merupakan perilaku menghindar dari
penilaian orang lain.
g.
Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak anak sukai dan apa yang anak perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri.
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak anak sukai dan apa yang anak perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri.
h.
Intelektualisasi
Apabila
individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka anak akan menghadapi situasi
yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik,
intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu
menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya
atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat
dengan .
C.
Karakteristik perkembangan
anak berperilaku bermasalah
Pendekatan
bimbingan perkembangan membawa implikasi bahwa penghampiran terhadap murid
berperilaku bermasalah dapat dilakukan dengan mengkaji tugas-tugas perkembangan
dan karakteristik perkembangan peserta didik. Perilaku bermasalah dapat dikaji
dengan mengkaji kesenjangan antara tugas perkembangan peserta didik yang telah
dicapai dengan yang seharusnya sedangkan Dalam aspek karakteristik perkembangan
dapat dihampiri dengan mengkaji masalah-masalah yang muncul dengan perkembangan
peserta didik itu sendiri.
Masalah-masalah
yang berkaitan dengan karakteristik perkembangan anak (Sunaryo Kertadinata.
1990, 1996) adalah sebagai berikut :
1.
Perkembangan fisik dan kesehatan
Berdasarkan hasil pengamatan hasil
guru, terungkap bahwa gangguan perkembangan fisik dan kesehatan di kelas 1, 2
dan 3 berupa; sangat lambat dalam beraksi gangguan pertumbuhan gigi,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan usia, dan lebih besar dari teman
sebayanya. Sementara itu pada kelas 4, 5, dan 6 terungkap bahwa gangguan
perkembangan fisik dan kesehatan berupa; sangat lambat dalam bereaksi,
persoalan gizi. Pertumbuhan fisik tidak sesuai dengan usia dan lebih kecil dari
teman sebayanya.
2.
Perkembangan diri
Karakteristik yang lemah pada konsep
diri anak tampak lebih berkaitan dengan kemampuan dan menerima diri sendiri.
Kesadaran identitas jenis kelamin milai berkembang terutama pada peserta didik
kelas 4, 5 dan 6.
3.
Perkembangan sosial
Perkembangan hubungan sosial pada anak
telah menunjukan kecenderungan orientasi kelompok yang cukup kuat. Hubungan
sosial anak telah diwarnai pula oleh kesadaran akan identitas diri, walaupun
masih berada pada identitas yang lemah.
4.
Teknik membantu peserta didik bermasalah
Upaya membantu peserta didik mengatasi
perilaku bermasalah yang menggantinya dengan perilaku yang efektif menghendaki
keterampilan khusus guru. Bagi guru yang berperan sebagai guru sekaligus
pembimbing. Penanganan dapat ditempuh dengan menggunakan kondisi pembelajaran
yang dapat memperbaiki kesehatan mental peserta didik.
Adapun pendekatan perkembangan membawa implikasi bahwa pendekatan terhadap
terhadap peserta didik berperilaku masalah dapat dilakukan dengan mengkaji
tugas-tugas perkembangan karakterstik perkembangan peserta didik, yakni sebagai
berikut :
1.
Menanamkan dan mengembangkan kebiasaaan dan sikap dalam
beriman dan bertakwa tuhan yang maha Esa.
2.
Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis
dan berhitung.
3.
Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan
sehari-hari
4.
Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya
5.
Belajar menjadi pribadi yang mandiri
6.
Mempelajari keterampilan fisik yang sederhana yang
diperlukan baik untuk permainan maupun kehidupan.
7.
Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai sebagai
pedoman perilaku.
8.
Membina hidup sehat untuk diri sendiri dan lingkungan
serta keindahan.
9.
Belajar memahami diri sendiri dan orang lain serta
menjalankan peran tanpa membedakan jenis kelamin.
10. Mengmbangkan
sikap terhadap kelompok, lembaga sosial, tanah air, bangsa dan negara.
11. Mengembangkan
pemahaman dan sikap awal untuk perencanaan masa depan.
D.
Teknik-teknik dan mengatasi anak berperilaku bermasalah
Secara
umum, ada beberapa teknik dalam bimbingan
dan konseling. Teknik umum biasa digunakan pada tahap awal konseling. Teknik
umum tersebut diantaranya adalah perilaku attending, empati, refleksi,
eksplorasi, dan paraphrasing (Asmani, 2010). Perilaku attending adalah teknik
mendekati anak yang bermasalah untuk menimbulkan perilaku positif seperti meningkatkan
percaya diri dan mempermudah ekspresi anak. Empati adalah kemampuan petugas
bimbingan dan konseling untuk merasakan apa yang dirasa oleh anak. Ini adalah suatu teknik untuk menciptakan
sikap terbuka anak terhadap guru atau petugas bimbingan konseling (BK).
Refleksi
adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada anak tentang perasaan, pikiran, dan
pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal maupun nonverbal.
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman anak
sebagai klien. Paraphrasing atau menangkap pesan adalah teknik untuk menyatakan
kembali esensi atau inti ungkapan klien, dan mengungkapkan kalimat yang mudah
dan sederhana.
Disekolah mungkin banyak ditemukan siswa yang
bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku yang
merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani peserta didik yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan
pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan
yaitu :
1)
Pendekatan
disiplin
2)
Pendekatan
bimbingan dan konseling
Penanganan peserta didik bermasalah
melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan atau tata tertib
yang berlaku disekolah beserta hukumannya.
Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan atau tata tertib peserta didik beserta hukumannya perlu ditegakkan
untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku peserta didik. Demikian, sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral
sanksi/hukuman kepda peserta didik yang mengalami gangguan penyimpangan
perilaku. Sebagai
lembaga pendidikan justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha
menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para peserta
didiknya.
Oleh karena itu, disinilah
pendekatan yang kedua perlu digunakan, yaitu pendekatan melalui bimbingan dan
konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian
sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan peserta didik bermasalah melalui bimbingan dan
konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan
berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan peserta didik bermasalah melalui bimbingan dan
konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi
lebih mengendalikan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling
percaya diantara konselor dan peserta didik
yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap peserta didik tersebut dapat memahami dan menerima
diri dan lingkungannya, serta dapat
mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Selain itu ada upaya membantu
peserta didik mengatasi perilaku bermasalah dan menggantinya dengan perilaku
yang efektif menghendaki keterampilan khusus dari guru. Bagi guru yang berperan sebagai
guru kelas sekaligus sebagai guru pembimbing, penanganan dan pencegahan
perilaku bermasalah dapat ditempuh
dengan mengembangkan kondisi pembelajaran yang dapat memperbaiki kesehatan
mental peserta didik. Kepembimbingan guru dalam proses pembelajaran dinyatakan
dalam upaya mengembangkan dan memelihara lingkungan belajar yang sehat.
Ada beberapa upaya
yang dapat dilakukan guru untuk memperoleh lingkungan belajar yang sehat,
antara lain:
a.
Memanfaatkan pengajaran
kelas sebagai wahana untuk bimbingan kelompok. Dalam hal ini guru dapat bekerja
sama dengan konselor sekolah, jika disekolah tersebut telah ada konselor atau
guru pembimbing.
b.
Memanfaatkan
pendekatan-pendekatan kelompok dalam melakukan bimbingan. Dalam mewujudkan
fungsi bimbingan didalam proses pembelajaran, guru dapat menggunakan metode yang
bervariasi yang memungkinkan peserta didik
mengembangkan keterampilan kehidupan kelompok. Metode yang dimaksud adalah
sosiometri, bermain peran dan diskusi.
c.
Mengadakan konferensi
kasus dengan melibatkan para guru dan orang tua murid. Konfrensi kasus ini dimaksudkan untuk menemukan
alternatif pemecahan kasus.
d.
Menjadikan segi
kesehatan mental sebagai salah satu segi evaluasi. Evaluasi disekolah tidak
hanya menekankan kepada segi hasil belajar tetapi juga perlu memperhatikan
perkembangan peserta didik. Walaupun
kepribadian itu tidak dijadikan faktor penentu keberhasilan peserta didik.
e.
Menaruh kepedulian terhadap faktor-faktor psikologis yang perlu
dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Perilaku bermasalah merupakan suatu persoalan yang juga
harus mendapat perhatian dari guru , perilaku bermasalah ini tidak hanya dapat
menganggu dalam proses pembelajaran tetapi juga merupakan perilaku yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam bekerjasama dengan teman dan merupakan perilaku
yang dapat menimbulkan masalah belajar peserta didik.
Sehingga guru harus memperhatikan
setiap peserta didiknya. Perilaku bermasalah ini umumnya timbul karena peserta
didik menghadapi kecemasan dan tidak mampu menghadapinya sehingga muncul
perlaku yang berupa menolak memalsukan atau mengacaukan kenyataan. Peserta didik
cenderung melakukan pengurangan kecemasan dan bukan memecahkan masalah yang
menyebabkan munculnya kecemasan itu.
B.
SARAN
Sebagai seorang guru haruslah lebih
sensitif terhadap interaksi antara para peserta didik dan faktor dari dalam
lingkungan peserta didik dengan perilaku peserta didik. Terhadap peserta didik yang
berperilaku bermasalah guru harus terlebih dahulu memahami apa yang menjadi
penyebab terjadinya perilaku bermasalah tersebut, dan kemudian guru dapat
mengembangkan kondisi pembelajaran yang dapat memperbaiki kesehatan mental
peserta didik untuk mengatasi perilaku bermasalah yang dimiliki peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Sunaryo
Kartadinata,dkk. 1998. Bimbingan Di
Sekolah Dasar.Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Asmani. (2010). Bimbingan
dan Konseling Di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press.
Dewa. (2013). Masalah
pada anak usia sekolah. [Online]. Tersedia : http://dewaeggix.blogspot.com/2013/01/masalah-perkembangan-anak-usia-sekolah.html. [27 April 2013].
Maulida. (2011). Bimbingan Bagi Anak Bermasalah.
[Online]. Tersedia : Sumber : http://maulida-sambas.blogspot.com/2011_06_01_archive.html. [23 April 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar